Mendengar Kata Hati Dan Ikuti Nurani
Moveondong.com Salah satu misteri dalam hidup adalah hadirnya "suara" di dalam lubuk hati terdalam yang "bukan bagian dari diri sendiri." Dikatakan, "bukan bagian dari diri sendiri" sebab bukankah acap kali "suara" ini meminta kita melakukan sesuatu yang bukan saja tidak kita pikirkan sebelumnya, tetapi juga, tidak kita inginkan.
Karena itu adakalanya kita berusaha melarikan diri dari "suara" ini. Atau setidaknya, kita berusaha mengalihkan perhatian sehingga tidak lagi berkesempatan mendengarkan "suara" ini. Namun, apa pun yang kita perbuat, satu hal yang tidak dapat kita lakukan adalah membungkam "suara" ini. "Suara" itu tetap berkata-kata—tidak peduli didengarkan atau tidak. Suara ini adalah kata hati atau nurani.
Pada suatu titik, ketidaknyamanan ini demikian meresahkan, sehingga mau tak mau kita terhenti dan mulai menilik apa yang sebenarnya terjadi. Alih-alih merasa terganggu, kita bisa melihat ini sebagai sapaan dari diri. Sapaan untuk kembali mendengarkan hati dan memahami apa yang sebenarnya kita inginkan. Sapaan untuk kembali jujur dengan diri sendiri.
Mendengarkan kata hati secara jujur terasa mewah bagi kebanyakan kita. Banyak orang yang merasa berkecil hati bahkan sebelum mulai mencoba, karena pikiran kita yang cerdik dan lincah biasanya langsung berkembang dan memberikan 1001 alasan kenapa hal ini terlalu rumit untuk kita lakukan sekarang. “Mungkin nanti, kalau sudah lebih tenang, kalau sudah lebih mapan, kalau sudah mulai tua,” demikian kita berujar.
Padahal, mendengarkan hati dapat mulai diasah melalui hal-hal kecil sehari-hari. Yang terpenting adalah kita mulai kembali bersentuhan dan akrab dengan suara hati dari dalam diri kita, seberapa pun terasa singkat atau remeh sentuhan itu.
Bila kamu tak mencintai pekerjaanmu, maka cintailah orang-orang yang bekerja di sana. Rasakan kegembiraan dari pertemanan itu. Dan, pekerjaan pun jadi menggembirakan. Bila kamu tak bisa mencintai rekan-rekan kerja , maka cintailah suasana dan gedung kantor . Ini mendorongmu untuk bergairah berangkat kerja dan melakukan tugas-tugas dengan lebih baik lagi.
Bila toh kamu juga tidak bisa melakukannya, cintai setiap pengalaman pulang pergi dari dan ke tempat kerja ini.Perjalanan yang menyenangkan menjadikan tujuan tampakmenyenangkan juga.
Namun, bila kamu tak menemukan kesenangan di sana, maka cintai apa pun yang bisa kamu cintai dari kerja itu: tanaman penghias meja, cicak di atas dinding, atau gumpalan awan dari balik jendela.Apa saja. Bila kamu tak menemukan yang bisa kamu cintai dari pekerjaan mu, maka mengapa kamu ada di situ? Tak ada alasan bagi kamu untuk tetap bertahan. Cepat pergi dan carilah apa yang kamu cintai, lalu bekerjalah di sana.
Hidup hanya sekali. Tak ada yang lebih indah selain melakukan dengan rasa cinta yang tulus dari dasar hati.
Karena itu adakalanya kita berusaha melarikan diri dari "suara" ini. Atau setidaknya, kita berusaha mengalihkan perhatian sehingga tidak lagi berkesempatan mendengarkan "suara" ini. Namun, apa pun yang kita perbuat, satu hal yang tidak dapat kita lakukan adalah membungkam "suara" ini. "Suara" itu tetap berkata-kata—tidak peduli didengarkan atau tidak. Suara ini adalah kata hati atau nurani.
Pada suatu titik, ketidaknyamanan ini demikian meresahkan, sehingga mau tak mau kita terhenti dan mulai menilik apa yang sebenarnya terjadi. Alih-alih merasa terganggu, kita bisa melihat ini sebagai sapaan dari diri. Sapaan untuk kembali mendengarkan hati dan memahami apa yang sebenarnya kita inginkan. Sapaan untuk kembali jujur dengan diri sendiri.
Mendengarkan kata hati secara jujur terasa mewah bagi kebanyakan kita. Banyak orang yang merasa berkecil hati bahkan sebelum mulai mencoba, karena pikiran kita yang cerdik dan lincah biasanya langsung berkembang dan memberikan 1001 alasan kenapa hal ini terlalu rumit untuk kita lakukan sekarang. “Mungkin nanti, kalau sudah lebih tenang, kalau sudah lebih mapan, kalau sudah mulai tua,” demikian kita berujar.
Padahal, mendengarkan hati dapat mulai diasah melalui hal-hal kecil sehari-hari. Yang terpenting adalah kita mulai kembali bersentuhan dan akrab dengan suara hati dari dalam diri kita, seberapa pun terasa singkat atau remeh sentuhan itu.
Bila kamu tak mencintai pekerjaanmu, maka cintailah orang-orang yang bekerja di sana. Rasakan kegembiraan dari pertemanan itu. Dan, pekerjaan pun jadi menggembirakan. Bila kamu tak bisa mencintai rekan-rekan kerja , maka cintailah suasana dan gedung kantor . Ini mendorongmu untuk bergairah berangkat kerja dan melakukan tugas-tugas dengan lebih baik lagi.
Bila toh kamu juga tidak bisa melakukannya, cintai setiap pengalaman pulang pergi dari dan ke tempat kerja ini.Perjalanan yang menyenangkan menjadikan tujuan tampakmenyenangkan juga.
Namun, bila kamu tak menemukan kesenangan di sana, maka cintai apa pun yang bisa kamu cintai dari kerja itu: tanaman penghias meja, cicak di atas dinding, atau gumpalan awan dari balik jendela.Apa saja. Bila kamu tak menemukan yang bisa kamu cintai dari pekerjaan mu, maka mengapa kamu ada di situ? Tak ada alasan bagi kamu untuk tetap bertahan. Cepat pergi dan carilah apa yang kamu cintai, lalu bekerjalah di sana.
Hidup hanya sekali. Tak ada yang lebih indah selain melakukan dengan rasa cinta yang tulus dari dasar hati.