Haruskah Melanjutkan HUBUNGAN Setelah Dikhianati ?
Moveondong.com Banyak orang menyarankan untuk segera memutuskan hubungan bila dikhianati. Untuk apa mengambil risiko dengan pengkhianatan selanjutnya. Lagipula katanya tindakan ini lebih mudah untuk dilakukan, yang perlu dipikirkan hanya persoalan menata hidup selanjutnya. Meskipun tidak dapat disangkal luka dan trauma pasti ada. Bahkan, tidak sedikit yang sampai mengalami ketakutan untuk kembali mencintai. Namun secara umum, trauma ini bisa segera pulih begitu menemukan relasi baru.
Justru menjadi lebih sulit ketika kita memutuskan untuk memperbaiki hubungan. Faktanya, cukup banyak yang berusaha melanjutkan hubungan pascapengkhianatan, namun hanya sedikit yang berhasil. Dalam sejumlah kasus, keputusan untuk memperbaiki hubungan hanya bersifat penundaan. Selang beberapa waktu kemudian, mereka mengakhiri hubungan. Sementara dalam kasus lain, hubungan menjadi hambar. Seolah hanya bertahan karena faktor kewajiban ataupun situasional.
Lantas, apakah sebaiknya kita tinggalkan saja pasangan jika mereka berkhianat? Toh lebih mudah untuk menyembuhkan diri? Tidak seperti itu pula cara berpikir yang diharapkan.
Hubungan pascapengkhianatan memang tidak lagi sama seperti semula. Ada sesuatu yang berbeda, dan sulit untuk mengembalikannya pada kondisi semula. Namun mereka yang memiliki ketulusan cinta, kesabaran, dan kesungguhan tekad, akan dapat melewati masa-masa sulit. Dalam hal ini, pengkhianatan dapat berperan sebagai katalisator pertumbuhan yang positif bagi kedua pasangan.
Mengapa Sulit Menjalani Hubungan Pascapengkhianatan?
Ada pengkhianatan yang memang sukar untuk dimaafkan dan bahkan perlu dipikirkan matang-matang sebelum melanjutkan hubungan. Misalnya perselingkuhan yang melibatkan emosi mendalam dan sudah berlangsung sekian tahun. Atau perselingkuhan yang mungkin tidak melibatkan perasaan, tetapi dilakukan berkali-kali dengan orang yang berbeda-beda.
Namun terlepas dari bentuk pengkhianatan itu, anggap saja pasangan sungguh-sungguh ingin memperbaiki kesalahan dan Anda bersedia melanjutkan hubungan. Dalam kondisi ini, maka kedua belah pihak harus siap untuk memasuki babak baru: hubungan pascapengkhianatan, yang berpotensi menguras emosi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan hubungan pascapengkhianatan sulit untuk dijalani.
Pengkhianatan merusak rasa percaya (trust).
Pengkhianatan dapat membangkitkan kecurigaan terus menerus pada pihak yang dikhianati. Pihak yang dikhianati menjadi sensitif dengan sinyal-sinyal tertentu yang mungkin sebenarnya bukan pertanda telah terjadi pengkhianatan kembali. Misalnya pasangan pulang larut malam karena harus lembur. Jika sebelum pengkhianatan, hal ini bukan persoalan besar. Maka pascapengkhianatan, hal ini dapat mengacaukan radar kepercayaan pada pihak yang telah dikhianati.
Pengkhianatan merusak harga diri (self-esteem).
Pihak yang dikhianati umumnya akan membandingkan diri dengan pihak ketiga yang pernah hadir. Akibatnya dapat bermacam-macam. Bisa jadi pihak yang dikhianati berusaha keras untuk menjadi sama dengan pihak ketiga. Akhirnya kualitas personal yang dimilikinya berganti dengan kualitas pihak ketiga. Ia tidak lagi menjadi dirinya sendiri. Selain itu, self-esteem yang rendah juga mempengaruhi keyakinan akan cinta pasangan. Pertanyaan,”Apakah kamu mencintaiku?”, akan semakin sering diajukan.
Dapat terjadi pula setiap kali melihat lawan jenis yang menyerupai pihak ketiga, rekaman pengkhianatan pasangan seolah berputar kembali dalam ingatan. Hal semacam ini dapat mengacaukan self-esteem pihak yang dikhianati, khususnya bila pihak ketiga lebih menarik secara fisik ataupun dari segi kepribadian.
Faktor pertama dan kedua di atas, dimungkinkan oleh adanya faktor ketiga, yakni pengkhianatan meningkatkan kepekaan (sensitivitas) memori. Hal-hal tertentu dapat membangkitkan ingatan mengenai peristiwa pengkhianatan. Misalnya ketika pergi ke tempat-tempat yang kita tahu pasangan bersama pihak ketiga pernah berkunjung pula ke sana. Hal ini sangat berpotensi membangkitkan ingatan akan peristiwa yang telah terjadi.
Faktor ketiga ini akan berdampak pula pada faktor keempat, yakni hubungan pascapengkhianatan umumnya dipenuhi oleh pengungkitan kembali kesalahan yang telah dilakukan pasangan. “Ya saya memaafkannya, tapi tidak dapat melupakannya.” Inilah kalimat yang sering diucapkan oleh mereka yang dikhianati. Dalam pengungkitan ini, pertanyaan yang sama akan kembali diajukan,”Mengapa kamu melakukan itu kepadaku? Apa salahku sampai kamu mengkhianatiku?” Apakah kamu mencintaiku? Jika ya, mengapa kau lakukan itu kepadaku?
Kelima, pengkhianatan mengacaukan persepsi. Perbuatan positif yang dilakukan pasangan pun dapat membangkitkan kekecewaan pada pihak yang dikhianati. “Mengapa baru sekarang, mengapa setelah saya terluka baru ia bersikap sebaik ini kepada saya?” Demikian pertanyaan ini juga akan masuk ke dalam daftar pertanyaan yang sering diajukan oleh pihak yang dikhianati pascapengkhianatan. Selain itu, dalam hal perseptual, pengkhianatan ternyata memiliki daya microscopic. Kesalahan kecil saja dilakukan oleh pihak yang pernah berkhianat akan tampak menjadi besar di mata pihak yang dikhianati.
Keenam, pengkhianatan dapat membangkitkan dendam atau keinginan untuk membalas. Pihak yang dikhianati menjadi rentan untuk menjadi pihak yang berkhianat. Umumnya pembalasan ini tidak melibatkan rasa cinta, karena yang lebih dominan adalah ingin membuat pasangan terluka sama seperti dirinya.
Bagaimana Sebaiknya?
Dalam menjalani hubungan pascapengkhianatan, boleh dibilang pihak yang berkhianatlah yang harus memegang peranan lebih besar untuk membuat kondisi menjadi lebih baik. Jika Anda menjadi pihak yang berkhianat, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah sepenuhnya mengambil tanggung jawab personal atas pengkhianatan yang telah terjadi. Jangan mengkaitkannya dengan kekurangan pasangan atau bahkan menuduh pihak ketiga sebagai penggoda. Anda boleh jadi tidak puas terhadap pasangan, tetapi pengkhianatan bukan sesuatu yang dapat dibenarkan apapun alasannya.
Kedua, Anda harus dapat memahami dampak pengkhianatan yang dilakukannya terhadap kondisi emosi pasangan. Respons-respons di atas sangat wajar ditampilkan oleh orang yang dikhianati. Perlu diketahui bahwa kerusakan sistem emosi pada pasangan Anda adalah di luar kendalinya. Ia pun tidak nyaman dengan kondisinya yang menjadi kacau seperti itu. Justru tugas Anda untuk membantu pasangan mengatasi dampak negatif itu.
Untuk itu, pandai-pandailah menangkap kebutuhan pasangan saat menampilkan respons-respons yang tidak menyenangkan. Misalnya ketika pasangan mengungkit, jangan melabel diri Anda negatif seperti, “Ya memang aku pengkhianat, aku tidak akan bisa baik lagi.” Bukan sikap seperti ini yang diharapkan pasangan. Jawaban seperti ini hanya membuatnya semakin terluka. Saat mengungkit, pasangan hanya ingin ditenangkan bahwa Anda tidak akan melakukan perbuatan serupa yang dapat membuatnya terluka.
Ketiga, sebagai pihak yang berkhianat, Anda harus berjiwa besar dan bersikap ekstra sabar. Bukan tidak mungkin pasangan masih menampilkan respons-respons tidak menyenangkan sesekali meski peristiwanya telah lama berlalu. Ini adalah konsekuensi yang harus diterima. Anggaplah sebagai kewajiban Anda untuk mengatasi kekacauan yang telah Anda lakukan.
Keempat, terkait dengan poin ketiga, Anda harus rajin meminta maaf. Dalam hubungan yang telah dinodai dengan pengkhianatan, permintaan maaf tidak cukup hanya sekali saat ingin memulai perbaikan hubungan. Melainkan harus berulang kali setiap pasangan terluka karena mengingat kembali peristiwa itu. Perlu diingat bahwa memaafkan adalah sebuah proses yang membutuhkan waktu lama. Sepanjang proses itu, butuh dukungan dari pihak yang meminta maaf.
Kelima, menerima dan memahami bukan berarti Anda pasrah terhadap semua kemarahan pasangan. Ada saatnya Anda juga harus menyadarkan pasangan jika respon negatifnya sudah keterlaluan. Misalkan, jika pasangan malah mengungkit kesalahan Anda saat Anda melakukan hal positif. Ingatkan ia akan tujuan Anda berdua untuk memperbaiki hubungan. Mintalah ia untuk menghargai usaha yang telah Anda lakukan.
Sementara itu, bukan berarti pihak yang dikhianati bisa dengan leluasa menampilkan respons-respons negatif kepada pasangan. Benar bahwa pasangan Anda telah melakukan kesalahan. Namun bukan berarti Anda pantas menghukumnya sepanjang sisa hidupnya bersama Anda. Apa yang sebaiknya dilakukan pihak yang dikhianati?
Pertama, bukan hanya pihak yang berkhianat yang perlu memahami dampak pengkhianatan terhadap pasangannya. Tetapi pihak yang dikhianati juga harus memahami dampak responsnya terhadap pasangannya. Jika memang pasangan sungguh merasa bersalah dan ingin memperbaiki hubungan, sikap mengungkit kembali malah akan membuat dirinya terus terpapar pada kesalahan yang ia lakukan. Kekhilafan yang pernah dilakukan terus diputar di hadapannya.
Hal ini dapat membuatnya merasa malu pada diri sendiri dan seolah tidak dapat memperbaiki lagi. Perlu diketahui bahwa pasangan yang benar-benar menyadari kesalahannya akan merasa jijik jika mengingat kesalahan yang pernah ia lakukan. Oleh sebab itu sedapat mungkin, ia justru menghindari untuk mengingat kesalahannya, yang juga menjadi simbol kegagalan buatnya.
Kedua, berpikir positif dan hargai semua upaya yang telah dilakukan pasangan. Tinggalkan masa lalu, dan berfokuslah pada masa kini dan yang akan datang. Jangan berpikir dulu tidak bisa dan sekarang bisa. Justru lihatlah itu sebagai upaya yang dilakukan pasangan. Tidak mudah bagi seseorang untuk berubah menjadi lebih baik. Jika pasangan kini dapat melakukannya, terimalah dengan senang hati. Ketimbang menyesali, lebih baik bersyukur karena pengkhianatan itu telah membawa kebaikan.
Ketiga, buatlah kesepakatan dengan pasangan. Mintalah pasangan melakukan sesuatu saat Anda teringat kembali akan kesalahan yang ia lakukan. Misalnya ia harus meminta maaf, menggenggam tangan Anda, atau memeluk Anda. Tetapi kesepakatan ini harus dijalankan. Jangan sampai setelah pasangan melakukan sesuai kesepakatan, Anda tidak menghentikan sikap negatif itu.
Keempat, ingatlah kembali tujuan Anda semula saat memutuskan untuk melanjutkan hubungan. Rasa ingin membalas dendam, mengungkit kesalahan pasangan, dan respons negatif lainnya malah akan membuat situasi semakin memburuk. Tidak ada celah bagi pasangan untuk memperbaiki diri jika Anda hanya memancing pertengkaran demi pertengkaran. Padahal perlu Anda ketahui bahwa tidak ada yang lebih indah bagi orang yang pernah berbuat salah selain diberikan kesempatan kedua.
Jika kedua belah pihak saling memahami dan mau melakukan perannya masing-masing, hubungan pascapengkhianatan bukan tidak mungkin menjadi lebih indah dibanding sebelumnya. Selamat memperbaiki relasi Anda dengan pasangan. Semoga pahitnya pengkhianatan dapat membawa Anda ke dalam manisnya cinta dan kesetiaan.